Mengapa Anak Anda Bukan Miniatur Orang Dewasa? Pahami Perkembangannya Sejak Dini

Bismillah

Seorang psikolog bercerita bahwa dia didatangi seorang bapak, lalu bercerita bahwa anaknya sudah bersikap kurang ajar padanya. “Berapa umur anaknya pak?“, Tanya si ibu psikolog itu. Si bapak memberi jawaban yang membuat si ibu psikolog (dan saya juga, bahkan mungkin kalian juga) terkejut. “Satu setengah tahun bu“, jawabnya. “Apa yang dilakukannya sehingga bapak bilang dia kurang ajar?“, kata si Ibu. “Begini bu, dia ngambil pulpen saya, waktu saya bilang jangan, eh dia malah sengaja melemparnya sambil dia ngetawain saya.kan kurang ajar namanya itu!“.

Bagi sebagian orang kejadian tersebut dianggap lucu, tapi tidak buat si bapak. Dia betul betul menganggap anaknya kurang ajar. Sama seperti kebanyakan ibu-ibu yang saya temui kalau lagi ngantri di Puskesmas, di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat umum lainnya,memukul anaknya yang masih berusia balita atau batita hanya karena si anak tidak menuruti perintah ibunya.

Dulu anak dianggap sebagai miniatur orang dewasa. Fisiknya saja yang kecil, tapi pikiran dan tindakan sama seperti orang dewasa. Kemudian seiring dengan merebaknya penelitian-penelitian pada anak, para ahli menemukan bahwa terdapat pola-pola tertentu pada diri anak yang tidak ditemui dalam diri manusia dewasa. Seiring pertambahan usia, ada pola-pola yang menghilang dan ada juga yang menetap dan mengalami modifikasi. Sebenarnya pola yang hilang tidak betul-betul menghilang, melainkan mengalami evolusi bentuk lain.pola sebelumnya adalah tangga menuju pola yang lebih kompleks dam terstruktur. Seperti refleks berjalan yang dilakukan oleh bayi ketika ia dipegang dan kaki tegak dengan menyentuh permukaan. Perilaku ini menghilang pada bulan ke 4, tapi akan muncul lagi di akhir usianya yang pertama sebagai persiapan untuk berjalan. Sedangkan keketrampilan motorik kasar seperti menggenggam akan berkembang secara sistematis, misal, bayi pertama kali mencoba mengambil benda dengan seluruh jari-jarinya lalu beberapa bulan kemudian dia akan mampu melakukan genggaman menjepit, hingga nanti dia akan mampu memungut benda-benda kecil. Setiap rentang umur memiliki tahapannya nya masing-masing yang terjadi secara teratur dan memiliki variasi.

Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, apa manfaat kita mengetahui pola-pola perkembangan tersebut? Toh perilaku-perilaku pada setiap anak adalah alamiah? Justru itu! Karena pola perilaku tersebut alamiah, betapa kasihan nya anak-anak yang di ‘karbit’oleh orang tuanya. Diberondong oleh berbagai stimulus, berharap menjadi anak unggulan. Orangtua beranggapan kalau dengan stimulus yang banyak maka anak akan mampu melebihi teman sebayanya, atau malah sebaliknya, bersikap seperti bapak dan ibu-ibu yang saya ceritakan di atas. Dengan mengetahui pola perkembangam anak, diharapkan kita bisa melihat dengan proposional dan empati serta apresiasi terhadap proses tahapan perkembangan.

Anak adalah pembelajar sejati, Allah membekalinya dengan insting belajar sejak ia dilahirkan. Tugas orangtua hanya memfasilitasi, menyediakan lingkungan yang mendukung keinginannya untuk belajar, mengeksplorasi dunia yang penuh rangsangan.

Pahami dia. Bila si 2 tahun menumpahkan air di lantai, karpet bahkan kasur, daripada kita berteriak dan memarahinya, alih alih mendisiplinkannya malah kita mematikan rasa ingin tahunya. Lebih baik kita ajak dia ke tempat yang aman, teras atau halaman misalkan, beri dia gelas, mangkok dan air. Biarkan dia menikmati keajaiban air, yaitu kalau dituang akan tumpah!.

Anak-anak adalah makhluk yang menakjubkan. Mereka hidup dalam fitrah kebaikannya, kita yang turut andil dalam pengembangan atau pemampatan potensinya.

Wallahu ‘alam bi showab

Penulis:
Nina Alfa Rizkana, S.K.M

#milestone
#humandevelopment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *